Nasib Salah di Ballon d’Ór Sama Tragisnya dengan Thierry Hendry menjadi topik hangat yang terus bergema di dunia sepak bola. Bagaimana mungkin seorang penyerang yang begitu konsisten, penuh magis, dan menghadirkan gol demi gol, justru selalu tersisih dari panggung utama penghargaan paling prestisius? Sama seperti Thierry Henry di era awal 2000-an, Mohamed Salah kini menghadapi realita pahit: kehebatan di lapangan tak serta-merta terkonversi menjadi trofi individu tertinggi.

Legenda yang Selalu Diabaikan
Bicara soal Ballon d’Ór, kita sering teringat pada nama besar seperti Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Namun di balik dominasi keduanya, ada sosok-sosok brilian yang seolah dilupakan. Salah satu contohnya adalah Thierry Henry, striker elegan yang mengubah wajah Arsenal dan Premier League. Kini, Mohamed Salah seakan mengikuti jejak tragis tersebut.
Mohamed Salah: Raja Anfield yang Terlupakan
Sejak datang ke Liverpool tahun 2017, Salah langsung meledak dengan rekor gol luar biasa. Ia mencetak 44 gol di musim debutnya, membawa The Reds kembali disegani. Bahkan, ia menjadi motor utama kebangkitan Liverpool yang kemudian meraih Liga Champions (2019) dan Premier League (2020). Namun, meski segudang pencapaian itu, Salah belum sekalipun benar-benar dekat dengan trofi Ballon d’Ór.
Thierry Henry: Kasus Klasik yang Terulang
Henry Sang Maestro Arsenal
Di awal 2000-an, Thierry Henry adalah mimpi buruk semua bek Premier League. Dengan dribbling halus, finishing klinis, dan visi permainan cerdas, ia membawa Arsenal meraih gelar Invincibles 2003/2004. Namun anehnya, meski begitu dominan, Henry tak pernah memenangkan Ballon d’Ór.
Kemiripan dengan Salah
Persis seperti Henry, Salah tampil konsisten di liga paling kompetitif, menjadi ikon timnya, tapi selalu kalah suara dari pemain-pemain yang tampil di liga lain dengan pencitraan lebih besar.
Faktor Politik dalam Ballon d’Ór
Tidak bisa dipungkiri, Ballon d’Ór bukan hanya soal statistik dan performa. Popularitas, narasi media, dan bias liga sering menjadi penentu. Messi dan Ronaldo mendominasi karena selain performa, keduanya punya narasi besar yang mengangkat. Sementara Salah, meski jadi King of Egypt, sering tak mendapat spotlight sebesar itu.
Statistik Salah vs Kompetitornya
Perbandingan Angka
- Salah: Lebih dari 200 gol untuk Liverpool, beberapa kali top skor Premier League.
- Pesaing: Messi dan Ronaldo punya angka lebih besar karena konsistensi lebih lama.
- Henry: 228 gol untuk Arsenal, tapi tetap terpinggirkan.
Kenapa Tidak Cukup?
Karena Ballon d’Ór cenderung melihat momen spektakuler dalam turnamen besar. Henry dan Salah sama-sama “terjebak” di era yang tidak memihak.
Nasib Salah di Ballon d’Ór Sama Tragisnya dengan Thierry Hendry
Bila menilik perjalanan keduanya, kemiripannya jelas: mereka adalah ikon klub, membawa tim ke puncak prestasi, namun selalu tersingkir saat Ballon d’Ór digelar. Henry tersingkir di era Ronaldinho dan Zidane, sementara Salah terjebak di era Messi dan Ronaldo, bahkan kini ditambah Mbappé dan Haaland.
Ekspektasi Publik vs Realita Pahit
Para fans sering bertanya: bagaimana mungkin pemain yang konsisten menghantui bek lawan dan mengangkat klubnya tidak dianggap pantas? Sayangnya, jawaban pahitnya adalah: Ballon d’Ór tak sepenuhnya adil. Ada elemen storytelling dan politik yang lebih kuat daripada angka.
Apakah Salah Masih Punya Peluang?
Melihat usianya yang kini memasuki 32 tahun, peluang Salah semakin tipis. Kecuali ia membawa Mesir berjaya di Piala Afrika atau Liverpool kembali juara Liga Champions, kemungkinan besar ia akan tetap mengikuti jejak Henry: brilian, berkelas, tapi tanpa Ballon d’Ór.
Pembeda Karakter: Humble vs Media Darling
Henry dulu dikenal sebagai pribadi yang cukup ekspresif dan flamboyan, meski tetap elegan. Salah sebaliknya, tampil rendah hati, jarang membuat sensasi di luar lapangan. Sayangnya, dalam dunia modern, eksposur media kerap lebih penting daripada kerendahan hati. Hal inilah yang semakin memperburuk “nasib” Salah.
Refleksi Sepak Bola Modern
Fenomena Salah dan Henry menunjukkan bahwa penghargaan individu tak selalu mencerminkan kualitas sebenarnya seorang pemain. Sejarah akan mencatat mereka sebagai legenda, bahkan tanpa Ballon d’Ór. Yang menarik, justru rasa “ketidakadilan” itu membuat nama mereka semakin dikenang.
Kesimpulan: Sejarah Berulang di Anfield dan Highbury
Pada akhirnya, Nasib Salah di Ballon d’Ór Sama Tragisnya dengan Thierry Hendry adalah cermin dari bagaimana sepak bola modern bekerja. Gelar individu bisa diwarnai politik, popularitas, dan narasi media. Tapi bagi para penggemar sejati, baik Salah maupun Henry tetaplah legenda yang mengubah wajah klubnya. Mungkin tanpa Ballon d’Ór, tapi tidak pernah tanpa cinta dan pengakuan dunia.